Re: Laila & Majnun (Novel Epos Nizhami)
Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya
pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah
Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang
musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci
darinya. Merasa sangat gembira dan bahagia bahwa
Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara
untuk menjemputnya.
Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan
oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi
dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya
terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. "Ya
Tuhanku, aku mohon agar Engkau menyelamatkan anakku
dan mengembalikannya ke keluarga kami," jerit sang
ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan
segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan
bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis,
"Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang
kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau
pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan
meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku
mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta." Ayah dan
anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah
pertemuan terakhir mereka.
Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah
dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin
bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh
keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam
kamamya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk
mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia
berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang
membakar dalam kalbunya. Untuk mengungkapkan segenap
perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah
syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas
kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di
taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas
kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang
menemukan syair-syair dalam potongan-potongan kertas
kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara
demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin
hubungan.
Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri,
banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka
hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu
bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang.
Mereka mendengarkannya melantunkan syair-syair indah
dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau.
Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi
hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan
tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta
dan kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah
seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria
gagah berani bernama 'Amar, yang berjumpa dengan
Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia
sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu
di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut
Majnun sendiri.
Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan
sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa
saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu,
meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang
menghalanginya! Kaetika Amr kembali ke kota
kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan
ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di
sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau
terluka.
Ketika pasukan 'Amr hampir memenangkan pertempuran,
ayah Laila mengirimkan pesan kepada 'Amr, “Jika engkau
atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan
putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan.
Bahkan, jika engkau ingin membunuhnya, aku tidak
keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah
bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan
putriku pada orang gila itu”. Majnun mendengar
pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan
pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas
di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang
yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan
penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk
meringankan luka mereka.
Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta
penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh,
Majnun menjawab, "Orang-orang ini berasal dari desa
kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh
mereka?" Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun,
'Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang
dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya
membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya
untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.
Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri.
Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah
berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam
perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang
bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan
serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda
lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan
sedih hati karena pertempuran yang baru saja
menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah
Laila pun menyetujui perkawinan itu.
Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada
ayahnya, "Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan
orang itu." Akan tetapi, tangisan dan permohonannya
tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi
sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam
waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa
seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.
(page 4)
Source : by pencinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar