Re: Laila & Majnun (Novel Epos Nizhami)
Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa
memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup
banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia
dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun
menjawab, "Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya
kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan
terhormat," jawab ayah Laila. "Akan tetapi, engkau
tidak bisa menyalahkanku
kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu
perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang
pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun
hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak.
“Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak
perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah
engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?"
Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa
dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan
utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah
anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab?
Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan,
sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah
lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari
Majnun. "Aku tidak akan diam berpangku tangan dan
melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,"
pikirnya. "Aku harus melakukan sesuatu."
Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput
anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk
menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam
itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun
diundang. Mereka pasti bisa mengalihkan perhatian
Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun
diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia
duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat
gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka
berbagai kesamaan dengan yang dimiliki Laila.
Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan
milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti
Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila.
Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar
mirip dengannya, Malahan, tak ada seorang pun yang
memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya
menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada
kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan
setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.
Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya
dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam
kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga
akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan.
Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar
Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah
dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan
membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.
Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud
di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan?
"Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta,
Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon
kepada-Mu satu hal saja,”Tinggikanlah cintaku
sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa,
cintaku dan kekasihku tetap hidup." Ayahnya kemudian
tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk
anaknya.
Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau
lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke
pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia
tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah,
ia memilih tinggal direruntuhan sebuah bangunan tua
yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya.
Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar
tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat
dan keluarganya untuk mencarinya. Namun, tak seorang
pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan
bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun
sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.
Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan
bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk
di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar
dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya
panjang dan acak-acakan, bajunya compang-camping dan
kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak
beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada
seekor serigala tidur di kakinya. "Hus” katanya,
'Jangan bangunkan sahabatku." Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.
Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia
menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi.
Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun
tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang
berbagai macam perilaku anehnya dibicarakan orang di
seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak
kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan
binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya,
ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga
lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari
kehidupan liar dan buas itu.
Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena
secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan
mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas
seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan
kasih sayang Majnun. Sang musafir itu mendengarkan
Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada
Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan
olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan
melanjutkan perjalanannya.
(page 3)
Source : by Pencinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar